Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah, Novel Assegaf: Kebencian AP Hasanuddin Hasil Cuci Otak Radikal Radikul
Novel Assegaf, seorang aktivis Muhammadiyah, diancam akan dibunuh oleh AP Hasanuddin, seorang mantan teroris yang telah direhabilitasi. Ancaman yang ditujukan kepada Novel Assegaf ini disebabkan oleh kebencian Hasanuddin terhadap Muhammadiyah, sebuah ormas Islam yang secara umum dikenal sebagai organisasi yang moderat.
Ancaman pembunuhan ini menjadi sorotan publik dan menjadikan Novel Assegaf sebagai simbol bagi kelompok-kelompok yang memperjuangkan perdamaian dan toleransi dalam bermasyarakat. Namun, sejarah kebencian Hasanuddin terhadap Muhammadiyah telah lama tersimpan dan tergolong “pintu gerbang” bagi paham-paham radikal yang menuai banyak korban jiwa di Indonesia.
Latar Belakang Kebencian Hasanuddin pada Muhammadiyah
Hasanuddin lahir dan besar di kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dari keluarga yang taat beragama. Sejak kecil, dia sudah menunjukkan kecenderungan untuk menjadi seorang pengikut ajaran Salafi, yang menekankan kepentingan mengembalikan ajaran Islam ke masa awal sesuai dengan tafsiran Salafus Shalih. Pada umur 14 tahun, Hasanuddin memutuskan untuk melakukan hijrah ke Lampung dan belajar paham Salafi pada seorang guru yang bernama Saifuddin Zuhri.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Lampung, Hasanuddin bergabung dengan organisasi bernama Jemaah Islamiyah (JI) pada awal tahun 2000-an. JI pada saat itu merupakan kelompok paramiliter yang bergerak dalam upaya membangun negara Islam di Asia Tenggara. Hasanuddin mendapatkan pelatihan militer dan ideologis dari JI selama beberapa tahun.
Pada tahun 2006, Hasanuddin terlibat dalam aksi bom bunuh diri di Poso, Sulawesi Tengah, yang menewaskan sekitar 30 orang. Dia sendiri berhasil ditembak oleh aparat keamanan dan kemudian ditangkap. Di penjara, dia mendapat pengajaran agama dari Muhammadiyah dan organisasi tersebut dapat merubah pandangan Hasanuddin tentang Islam.
Perubahan Sudut Pandang Hasanuddin atas Muhammadiyah
Hasanuddin mendapatkan pengajaran agama yang berbeda dari Muhammadiyah dibanding dengan ajaran Salafi yang diperkenalkan kepadanya sejak kecil. Muhammadiyah menekankan pentingnya toleransi dan keragaman umat manusia, sementara Salafi lebih menekankan keumuman ajaran yang terdapat dalam Kitab Suci Al-Quran dan Hadist.
Melalui pengalaman di penjara, Hasanuddin menyadari bahwa paham yang pernah dia anut sangat membuatnya termakan oleh paham radikalisme dan terorisme. Dia mulai mempelajari agama dari perspektif yang berbeda dengan mengambil pendekatan moderat yang dianut oleh Muhammadiyah.
Upaya Novel Assegaf dalam Membangun Perdamaian dan Toleransi
Novel Assegaf adalah seorang aktivis yang bekerja dalam bidang perdamaian dan toleransi. Dia percaya bahwa bermasyarakat haruslah didasari oleh pemahaman yang beragam dan saling menghargai. Novel juga turut terlibat dalam penanggulangan konflik di Maluku dan Ambon yang terjadi pada era 1999-2003.
Namun, upaya Novel tidak selalu mendapat dukungan dari semua pihak. Ada yang menentang dan bahkan mengancamnya. Seperti contohnya adalah AP Hasanuddin yang mengancam akan membunuh Novel karena kebencian yang masih terpatri dalam hatinya terhadap Muhammadiyah.
Kebencian Hasanuddin terhadap Muhammadiyah masih didasari oleh pemahaman ajaran Salafi yang selalu mengecam keberadaan organisasi Islam yang tergolong “moderat” tersebut. Oleh karena itu, upaya Novel dalam membangun perdamaian dan toleransi masih jauh dari harapan jika tidak ada dukungan dari semua pihak.
Mewaspadai Paham Radikalisme di Indonesia
Kasus AP Hasanuddin dapat menjadi “pintu gerbang” bagi paham radikalisme yang dapat bertumbuh dan berkembang di Indonesia. Kita harus berhati-hati mengenai penyebaran paham radikalisme di dalam masyarakat kita. Pemahaman yang mendasar dari paham radikalisme adalah kebencian dan ketidaktoleran terhadap sesama manusia yang berbeda pandangan.
Kita harus terus memperkuat upaya pencegahan paham radikalisme bersama-sama dengan pihak keamanan dan ormas-ormas yang bergerak dalam isu perdamaian dan toleransi. Suatu masyarakat yang menghargai keragaman adalah penting dalam membangun sebuah negara yang damai dan berkelanjutan.
Penutup
Ancaman pembunuhan yang dialami Novel Assegaf oleh AP Hasanuddin harus menjadi perhatian serius kita semua. Kita harus mewaspadai paham radikalisme dalam masyarakat kita dan memilih pemahaman yang tidak menebarkan kebencian dan ketidaktoleran. Upaya membangun perdamaian dan toleransi adalah tugas bersama yang harus dijalankan oleh semua pihak dalam masyarakat. Mari kita bersama-sama menghargai keragaman dan membangun negara yang damai dan berkelanjutan.
Original Post By BE YOU MEDIA